“AL-AMANAH DALAM AL-QURAN (Suatu Kajian
Surat Al-Ahzab Ayat 72)”
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Amanah adalah salah satu bahasa
Indonesia yang telah disadur dari bahasa Arab. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
kata yang menunjuk makna kepercayaan menggunakan dua kata, yaitu amanah atau
amanat. Amanah memiliki beberapa arti, antara lain 1) pesan yang dititipkan
kepada orang lain untuk disampaikan. 2) keamanan: ketenteraman. 3) kepercayaan.[1]
Sedangkan amanat diartikan sebagai 1) sesuatu yang dipercayakan atau dititipkan
kepada orang lain. 2) pesan. 3) nasihat yang baik dan berguna dari orang
tua-tua; petuah. 4) perintah (dari atas). 5) wejangan (dari seorang pemimpin).[2]
Menurut
pandangan Islam amanah itu mempunyai arti yang amat luas, mencakup berbagai
pengertian, namun titiknya yaitu bahwa orang harus mempunyai perasaan tangungjawab
terhadap apa yang dipikulkan di atas pundaknya. Diapun sadar bahwa semuanya
akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan. Perkataan amanat yang penulis
maksud di sini adalah amanat dalam pengertian yang luas, yaitu mengenai
tanggungjawab manusia, baik kepada Allah yang menciptakannya maupun terhadap
sesama makhluk. Kewajiban dan tanggung jawab itu adalah demikian berat,
sehingga makhluk-makhluk lain selain dari manusia, tidak berani menerima dan
memikulnya, hal tersebut di firmankan Allah SWT dalam Alquran QS.
Al-Ahzab (33) : 72, sebagai berikut :
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا
الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا.
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”,[3]
Mengenai
Syârah ayat di atas, oleh al-Marâgiy menyatakan bahwa adanya kata الأرض yakni kepada kesiapan langit dan bumi.[4] الامانة yakni segala sesuatu yang dipercayakan
kepada seseorang, baik berupa perintah maupun larangan, tentang urusan-urusan
agama dan dunia. Dan yang dimaksud di sini ialah beban-beban agama. Beban-beban
agama disebut amanat, karena merupakan hak-hak yang diwajibkan oleh Allah atas
orang-orang mukallaf dan dipercayakan kepada mereka agar dilaksanakan dan
diwajibkan atas mereka agar diterima dengan penuh kepatuhan dan ketaatan,
bahkan mereka disuruh menjaga dan melaksanakannya tanpa melalaikan sedikitpun
dari padanya.[5]
Kata ú÷üt/r's yakni mereka tidak
siap menerima.[6]
Kata انه كان ظلوما yakni sesungguhnya
manusia adalah banyak penganiayaannya, karena ia diliputi oleh kekuatan marah.[7] Kata جهولا yakni banyak kebodokan tentang
akibat-akibat segala perkara, karena diliputi kekuatan syahwat.[8]
Ada amanat yang merupakan
kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, misalnya berutang tanpa runguan,
karena dipercayakan oleh orang yang berpiutan. Maka amanat ini hendaklah
dipenuhi, dengan pengertian hutang dibayar dengan penuh menurut waktunya.[9]
Al-Qurtubi berpendapat bahwa amanah
adalah segala sesuatu yang dipikul/ditanggung manusia, baik sesuatu terkait
dengan urusan agama maupun urusan dunia, baik terkait dengan perbuatan maupun
dengan perkataan di mana puncak amanah adalah penjagaan dan pelaksanaannya.[10]
Dalam al-Qur’an lafaz yang mengarah
pada makna amanah atau kepercayaan berulang sebanyak 20 kali yang kesemuanya
dalam bentuk isim, kecuali satu lafaz dalam bentuk fi’il yaitu اؤتمن
dalam QS. Al-Baqarah/2: 283.
Namun untuk mengetahui subtansi
amanah, maka perlu dilihat dari tiga aspek yaitu: subjek, objek dan predikat
atau subtansi.
Subtansi amanah adalah kepercayaan
yang diberikan orang lain terhadapnya sehingga menimbulkan ketenangan jiwa. Hal
tersebut dapat terlihat dalam QS. Al-Baqarah: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ.
Artinya:“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”.[11]
Jika dilihat dari sisi subjeknya
(pemberi amanah), maka amanah bisa datang dari Allah swt. sebagaimana yang
dipaparkan dalam QS. al-Ahza>b: 72:
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا
الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا.
Artinya:“Sesungguhnya kami Telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”.[12]
Dan kadang amanah tersebut datang
dari manusia itu sendiri, sebagaimana yang tertera dalam QS. al-Baqarah: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ
الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ.
Artinya:“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya”.[13]
Sedangkan jika dilihat dari objeknya
(orang yang melakasanakan amanah), maka amanah diberikan kepada malaikat, jin,
manusia, baik para nabi maupun bukan nabi.
Setelah
Allah SWT. menerangkan bahwa betapa besar perkara taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan bahwa orang yang memelihara ketaatan tersebut akan memperoleh
kemenangan yang besar, dan orang yang meninggalkan akan mendapatkan azab, lalu
dilanjutkan dengan menerangkan betapa besar hal yang berkaitan dengan ketaatan
tersebut, yaitu melakukan beban-beban syariat, dan bahwa prakteknya sangat
berat dan sukar bagi jiwa. Kemudian, diterangkan pula bahwa ketaatan yang
mereka lakukan atau penolakan yang berupa tidak menerima dan tidak melazimkan
diri melakukannya, semua itu tidaklah karena pemaksaan.
Menurut
Prof. Dr. Hamka dalam tafsirnya mengatakan bahwa Ayat tersebut (yang telah disebutkan
di atas) bermaksud menggambarkan secara majâz atau dengan ungkapan, betapa
berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langit pun tidak bersedia
memikulnya, maka yang mampu mengemban amanah tersebut adalah manusia, karena
manusia diberi kemampuan oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat
zhalim, terhadap dirinya sendiri maupun orang lain serta bertindak bodoh dengan
mengkhianati amanah itu.[14]
Berangkat dari ketiga unsur tersebut
dan penafsiran para ulama tafsir, dapat dipahami bahwa amanah adalah
kepercayaan yang diberikan oleh Allah swt. atau makhluk lain untuk dilaksanakan
oleh orang yang diberi amanah yang meliputi malaikat, jin dan manusia, atau
bahkan alam semesta.
Dengan demikian, amanah yang datang dari
Allah swt. terkait dengan segala bentuk perintah dan larangan yang dibebankan
kepada manusia. Sedangkan amanah dari manusia terkait dengan segala bentuk
kepercayaan, baik dalam bentuk harta benda, jabatan dan rahasia.
Dari pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa amanah adalah amal saleh yang paling agung, namun sangat berat
dilaksanakan, sehingga wajar kemudian jika langit, bumi dan gunung enggan
menerima amanah dari Allah swt.,[15] bahkan
manusia yang berani menerima amanah dan tidak mampu melaksanakannya dianggap
sebagai zalum jahul (penganiaya dan bodoh).
Oleh karena itu, amanah harus
diberikan kepada orang yang ahli dalam bidangnya agar tidak menimbulkan
kekacauan yang digambarkan sebagai kiamat dalam hadis nabi.
إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ
السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ
الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.[16]
Artinya: “Jika
amanah telah disia-siakan maka tunggulah kiamat, sahabat bertanya, bagaimana
penyia-nyian amanah wahai Rasulullah saw.? Rasulullah menjawab, jika suatu
urusan diserahkan bukan kepada ahlinya”.
Manusia
disebut amat dzalim karena ia menyadari batas kemampuannya, tetapi ia berani
bertindak melampauinya, ia disebut amat bodoh karena ia berani bertindak
mempunyai kesanggupan yang tidak diketahui batas-batasnya. Ia hanya mempunyai
akal yang dapat memberi petunjuk tentang pelaksanaan amanah (beban agama)
yang telah dipikulnya. Makhluk yang tidak berakal tidak mungkin dapat disebut
"zalim" dan "bodoh". Karena ia tidak mengenal
batas yang dilapauinya dan tidak mempunyai sarana untuk dapat mengenal batas.
Makhluk yang dapat disebut "dzalim"
dan "bodoh" hanyalah
makhluk yang mengenal keadilan dan pengetahuan, atau makhluk yang bertanggungjawab
atas perbuatan yang dilakukan menurut kemauannya sendiri.[17]
B.
Rumusan dan Batasan
Masalah
Bertitik
tolak dari uraian di atas, maka penulis akan menarik suatu rumusan pokok
masalah agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan sistematis. Pokok
masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apa sebenarnya pengertian amanah dalam
al-Qur’an?
2.
Apa sajakah yang menjadi objek Amanah dalam
al-Qur’an?
3.
Dalam masalah apa saja amanah disebutkan
dalam al-Qur’an?
4.
Bagaimana sikap al-Qur’an terhadap
amanah?
C. Penjelasan
Judul
Sebagaimana lazimnya
dalam setiap penyusunan skripsi atau karya ilmiah maka terlebih dahulu diberi
batasan pengertian judul yang akan dibahas sehingga dalam pokok penguraiannya
tidak terjadi kesimpangsiuran dan salah pengertian terhadap judul yang
dimaksud.
Adapun judul skripsi
adalah “AL-AMANAH DALAM AL-QURAN (Suatu Kajian Surat Al-Ahzab Ayat 72)”.
Berdasar dari judul tersebut, maka penulis mengemukakan batasan pengertian dari
beberapa kata yang dianggap perlu sebagai berikut :
Al-Amanah
dapat diartikan kesetiaan, ketulusan hati, ke-percayaan (tsiqah) atau
kejujuran. Kebalikan dari khianat.[18]
Alquran
adalah ayat firman Allah yang diturunkan atas Nabi Muhammad saw, yang tertulis
dalam beberapa halaman, sehingga menjadi sebuah buku yang besar bab tabel dari
masa ke masa sampai kepada kita para hamba Allah dengan mutawatir, yang tidak
dapat ditolak kebenarannya.[19]
Berdasarkan
pengertian dari dua kosa kata yang merupakan inti judul di atas, maka skripsi
ini merupakan suatu pembahasan ilmiah mengenai kesetiaan, ketulusan hati,
kejujuran dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya menurut
pandangan Alquran.
D.
Tinjauan Pustaka
Mengenai
literatur yang membahas judul skripsi ini, penulis merujuk pada buku-buku dan
tafsir Alquran yang membahas masalah tersebut. Di antaranya buku yang berjudul
"Islam dipandang dari segi Rohani, moral, dan Sosial", karya Sayid
Sabiq dengan judul asli "Islamuna", yang diterjemahkan oleh Zainuddin
dkk. Di dalam buku tersebut, berisi tentang sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh setiap manusia, hakekat keimanan, kelalaian kebanyakan manusia, dan juga
membahas tentang cara menunaikan amanat dengan baik dan benar.
Wasiat
Taqwa karya H. Husein Muhammad dengan judul asli "Khuthabul Jum'ati
wal-'Iedain", yang diterjemahkan oleh Husein Muhammad. Di dalam buku
tersebut, berisi tentang sifat yang harus dimiliki oleh manusia yang dapat
menghantar manusia meraih kebahaiaan baik di dunia maupun di akhirat, di
antaranya : Taat, tawadhu, tawakkal, jujur, istiqamah, amanat juga termasuk salah
satu sifat yang dibahas dalam buku ini. Uraian dalam buku tersebut sangat
singkat dan bersifat umum. Oleh karena itu penulis mencoba membahas lebih
spesifik dengan mengangkat amanat yang merupakan salah satu sifat mesti
dimiliki oleh manusia dengan merujuk kepada ayat-ayat Alquran. Dengan
menitikberatkan bagaiamana cara memelihara amanat dalam Alquran.
E.
Metode Penelitian
Metode
penelitian dalam pembahasan skripsi ini meluputi berbagai hal sebagai berikut :
1. Metode
Pendekatan
Melalui
metode ini, penulis menggunakan metode pendekatan penafsiran Alquran dari segi
tafsir tematik. Yakni, menghimpun ayat-ayat Alquran yang memiliki tujuan yang
sama, menyusunnya secara kronologis selama memungkinkan dengan memperhatikan
sebab turunnya, menjelaskannya, mengaitkannya dengan surah tempat ia berada,
menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut ke dalam kerangka pembahasan
sehingga tampak dari segala aspek, dan menilainya dengan kriteria pengetahuan
yang sahih.[20]
Untuk lebih
jelasnya, penulis menghimpun ayat-ayat Alquran yang berkenaan dengan amanat,
kemudian menyusunnya ber-dasarkan kronologis serta sebab turunnya ayat-ayat
tersebut, sehingga diketahui pengklasifikasiannya. Apakah ia tergolong
ayat-ayat makkiyah atau Madaniyyah.
2. Metode
Pengumpulan data
Mengenai
pengumpulan data, penulis menggunakan metode atau teknik library research,
yaitu mengumpulkan data-data melalui bacaan dan literatur-literatur yang ada
kaitannya dengan pembahasan penulis. Dan sebagai sumber pokoknya adalah Alquran
dan penafisrannya, serta sebagai penunjangnya yaitu buku-buku ke Islaman yang
membahas secara khusus tentang umat dan buku-buku yang membahas secara umum dan
implisitnya mengenai masalah yang dibahas.
3. Metode
Pengolahan Data
Mayoritas
metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah kualitatif, karena
untuk menemukan pengertian yang diinginkan, penulis mengolah data yang ada
untuk selanjutnya di interpretasikan ke dalam konsep yang bisa mendukung
sasaran dan objek pembahasan.
4. Metode
Analisis
Pada
metode ini, penulis menggunakan tiga macam metode, yaitu :
- Metode deduktif, yaitu metode yang digunakan untuk menyajikan bahan atau teori yang sifantnya umum untuk kemudian diuraikan dan diterapkan secara khusus dan terperinci.
- Metode induktif, yiatu metode analisis yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus lalu ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
- Metode komparatif, yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan mengadakan perbandingan antara satu konsep dengan lainnya, kemudian menarik suatu kesimpulan.
F. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Dalam suatu penelitian
atau kajian tentu mempunyai tujuan yang mendasari tulisan ini, yaitu sebagai
berikut :
- Untuk mengetahui bagaimana cara manusia memelihara atau menunaikan amanat yang termaktub dalam Alquran.
- Untuk berusaha mengkaji ayat-ayat tentang amanat dalam Alquran, sehingga dengan adanya kajian ini, umat Islam semakin sadar tentang pentingnya sifat amanat dalam kehidupan dewasa ini.
Sedangkan
kegunaannya, yiatu sebagai berikut :
- Dengan adanya kajian ini, dapat menambh wawasan keilmuan khususnya dalam bidang tafsir.
- Dengan adanya kajian ini penulis berharap mudah-mudahan dapat dijadikan sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah tersebut lebih lanjut.
G. Garis-garis
Besar Isi Skripsi
Secara garis besarnya
penulis memberikan gambaran secara umum dari pokok pembahasan ini. Isi skripsi
ini terdiri dari lima
bab yang dimulai dengan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah,
dimana hal tersebut merupakan landasan berpikir penyusunan skripsi ini.
Kemudian hipotesis dari permasalahan yang diangkut, disertai dengan pengertian
judul tinjuan pustaka, metode penelitian, tujuan dan kegunaan serta garis-garis
besar isi skripsi. Dengan demikian, instisari yang termaktub dalam bab pertama
ini adalah bersifat metodologis.
Dalam bab kedua,
dikemukakan tentang tinjauan umum tentang amanat, sebagai bab yang bersifat
pengantar untuk pembahasan inti yang terletak pada bab ketiga dan keempat. Pada
bab kedua bagian-bagiannya meliputi tentang; tanggapan ulama tentang
amanat, fungsi dan kedudukan amanat.
Pada bab tiga,
menguraikan tentang pengertian amanah, objek amanah, bentuk-bentuk amanah dan
sikap Al-quran terhadap amanah.
Pada bab empat, yang
merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari uraian-uraian skripsi ini
kemudian dikemukakan beberapa saran-saran sehubungan dengan persoalan yang
telah dibahas.
DAFTAR
PUSTAKA
Al - Qur'an al – Karim
Abduh, Muhmmad. Tafsir Alquran al-Karim. Diterjemahkan
oleh Bagir dengan judul Tafisr Juz Amma. Cet. I; Bandung: Mizan, 1998.
Al-Aqqad, Mahmud Abbas. Manusia Diungkap Qur'an Cet.
III; Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1993.
Ari, Anwar. Akhlak Alquran. Cet. I; Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
Al-Ashfahâniy, Al-Râgib. Mufradât Alfâzh al-Qur’ân
(Cet.I; Beirut:
Dâr al-Qalam, 1992.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu,
Alquran/Tafsir Cet. XV; Jakarta
: PT. Bulan Bintang, 1994.
Asyarie, Sukmadjaja dan Rosy Yusuf. Indeks Alquran.
Cet. III; Bandung:
Psutaka, 1996.
Al-Azhar, Ulama-ulama. Khuthabul Jum'at wal Iedain.
Diterjemahkan oleh H. Husein Muhammad dengan judul Wasiat Taqwa. Cet. I ; Jakarta: Bulan Bintang,
1986.
Al-Bukhari, Abu Abdillah Ibn al-Mugirah al-Bardizbat.
Shahih al-Bukhari, juz II dan IX. Beirut:
Dâr al-Fikr, t.th.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra,
1989.
Fachurddin HS. Eksiklopedia Alquran. Jilid I (A-L)
Cet. I; Jakarta:
Rineka Cipta. 1992.
Hassan, A. Tafsir Al-Furqan. t.th.Membentuk Moral
(Bimbingan Alquran) Cet. I; Jakarta:
Bina Aksara, 1985.
Al-Farmawi, Abdul. Al-Hayy al-Bidayah fi-Tafsir
al-Maud'huiy. Diterjemahkan oleh Suryani A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir
Maudhu'iy. Cet. II; Jakarta:
Raja Grafido Persada, 1996.
Fatah, Abd. Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam
Materi. Cet. I; Jakarta:
Rineka Cipta, 1995.
Al-Ghazali, Imam. Mukasyafah al-Qulub: Al-Muqarib ila
hadhrah 'Allam al-Ghuyub fi Ilm at-Tashawwuf di terjemahkan oleh Irwan
Kurniawan dengan judul Menyingkap Mati Menghampiri Ilahi. Cet. I; Bandung: Pustaka Hidyah,
1999.
Hamka, Tafsir Al-Azhar. Juz III dan V; Jakarta : Pustaka
Panjimas, 1983.
Hawwa, Sa’îd. Al-Asâs Fiy al-Tafsîr, jilid VIII.
Cet.II; Mesir: Dâr al-Salâm, 1989.
Ibin Zakariyah, Abîy al-Husayn Ahmad bin Fâris. Mu’jam
Maqâyis al-Lugah, juz II. Cet.II; t.t.: Al-Maktabah al-Manâzi’, 1980 M./ 1390
H.
Ibrahim. Muhammad al-Jamal, Kaba'irun-Nisa' wa
shagha'iruhunna wa Hawa tatuhunna diterjemahkan oleh Kathur Suhadi dengan judul
Dosa-Dosa Wainita, Cet. I; Jakarta:
Pustaka al-Kausar, 1995.
Labib, Muchsin dan Farauk bin Dhiya, Kisah Para
Pecinta Allah. Cet. II; Bandung:
Remaja Rosakarya, 1997.
Al-Maraghi. Ahmad, Mustafa Tafsir al-Maraghi, Cet. II;
Juz X, Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974.
Al-Mawdûdy, Abû al-A’lâ. Al-Hadhârah al-Islâmiyah;
Asâsuhah wa Mabâdiuha. Bairût: Dâr al-Fikr, t.th.
Munawwir, Warson. Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia
Terlengkap. Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
1984.
Al-Nahlawi, Abdurrahman. Ushul al-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Asalibuha fiy al-Bayt wa al-Madrasah wa al-Mujtama’
diterjemahkan oleh Shihabuddin dengan judu Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah
dan Masyarakat. Cet. I; Jakarta:
Gema Insani Press, 1995.
Nasution, M. Yunan. Pegangan Hidup. Cet. II; Jakarta: Ramadhan, 1978.
Nata, Abuddin. Alquran dan al-Hadis. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1995.
Poerdarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet.
V; Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
Al-Qardhdawy, Yusuf. Al – Iman wal – Hayat.
Diterjemahkan oleh Fachruddin HS dengan judul Iman dan Kehidupan. Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang,
1993.
Quraish, M. Shihab. Lentara Hati: Kisah dan Hikmah
Kehidupan. Cet. III; Badung : Mizan, 1994.
Rahardjo, M. Dawan. Esiklopedi Alquran Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1996.
Rathomi, Moh. Abdai. Tiga Serangkai Sendi Agama. Cet.
VII; Bandung:
al-Ma’arif, 1991.
Sabiq, Sayyid. Islamuna. Diterjemahkan oleh Zainuddin
dkk, dengan judul Islam dipandang Dari Segi Agama, Moral, dan Sosial. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta,
1994.
[1]Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: {Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008), h. 48.
[2] Ibid.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang:
Toha Putra, 1989), h.680.
[4] Mustafa Ahmad al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi (Cet. II; Juz X, Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974), h. 75.
[5] Lihat Ibid., h. 75
[9] H.
Fahurddin HS, Ensiklopedia al–Qur'an jilid I (Cet I; Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1992), h. 105.
[10] Abu
‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad Syams al-Din al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam
al-Qur’an, Juz. XII (Cet. II; al-Qahirah: Dar al-Kutub al-Misriyyah, 1384
H./1964 M.), h. 107.
[11] Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahnya (al-Madinah
al-Munawwarah: Majma’ al-Malik Fahd, 1418 H.), h. 71.
[12] Ibid.,
h. 680.
[13] Ibid.
h. 71.
[14] M.
Dawan Rahardjo Ensiklopedi Alquran (Cet. I; Jakarta : Paramdina, 1996),
h. 194 – 195.
[15] Lihat:
QS. al-Ah}za>b: 72
[16] Abu
‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz. V
(Cet. III; Beirut: Dar Ibn Kasir, 1407 H./1987 M.), h. 2383.
[17] Abbas
Mahmud al-Aqqad Manusia Diungkap Alquran (Cet. III; Jakarta Firdaus,
1993), h. 49.
[18] H. Hamzah Ya'qub, Etika Islam (Cet VII; Bandung
: CV. Di Ponegoro, 1996), h. 98.
[19] H.
Munawar Khalil, Al-Quran dari Masa ke Masa (Cet. I; Semarang: Ramdhani,
1998), h. 52.
[20]
Demikian cara kerja tafsir tematik (al-tafsîr bi al-mawdhu’i). Untuk
lebih jelasnya, lihat Abd. Al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyat Fi al-Tafsîr
al-Mawdû’i diterjemahkan oleh Suryan A.Jamrah dengan judul Metode Tafsîr
Mawdhu’iy (Cet.I:Jakarta: LSIK dan Raja Rafindo Persada, 1994), h.
52. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir Alquran Masa Kini (Ujungpandang:
IAIN Alauddin, 1983), h. 9. Juga Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi
Kekuasaan Politik dalam Al-Quran (Cet II; Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995), h. 20. Juga Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr Dalam Alquran; suatu
Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsîr Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan
Bintang, 1991), h. 21-25.
Jazakallah khairon katsiron. sangat membantu dan bermanfaat
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus