Senin, 07 Mei 2012

Proposal Skripsi Jurusan Ilmu Quran TAfsir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Tamiang (UIT) Kuala Simpang


“AL-AMANAH DALAM AL-QURAN (Suatu Kajian Surat Al-Ahzab Ayat 72)”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Amanah adalah salah satu bahasa Indonesia yang telah disadur dari bahasa Arab. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata yang menunjuk makna kepercayaan menggunakan dua kata, yaitu amanah atau amanat. Amanah memiliki beberapa arti, antara lain 1) pesan yang dititipkan kepada orang lain untuk disampaikan. 2) keamanan: ketenteraman. 3) kepercayaan.[1] Sedangkan amanat diartikan sebagai 1) sesuatu yang dipercayakan atau dititipkan kepada orang lain. 2) pesan. 3) nasihat yang baik dan berguna dari orang tua-tua; petuah. 4) perintah (dari atas). 5) wejangan (dari seorang pemimpin).[2] 
Menurut pandangan Islam amanah itu mempunyai arti yang amat luas, mencakup berbagai pengertian, namun titiknya yaitu bahwa orang harus mempunyai perasaan tangungjawab terhadap apa yang dipikulkan di atas pundaknya. Diapun sadar bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan. Perkataan amanat yang penulis maksud di sini adalah amanat dalam pengertian yang luas, yaitu mengenai tanggungjawab manusia, baik kepada Allah yang menciptakannya maupun terhadap sesama makhluk. Kewajiban dan tanggung jawab itu adalah demikian berat, sehingga makhluk-makhluk lain selain dari manusia, tidak berani menerima dan memikulnya, hal tersebut di firmankan Allah SWT dalam Alquran  QS. Al-Ahzab (33) : 72, sebagai berikut :
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا.
Artinya:                                                                                             
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu

dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”,[3]
Mengenai Syârah ayat di atas, oleh al-Marâgiy menyatakan bahwa adanya kata الأرض yakni kepada kesiapan langit dan bumi.[4]  الامانة yakni segala sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik berupa perintah maupun larangan, tentang urusan-urusan agama dan dunia. Dan yang dimaksud di sini ialah beban-beban agama. Beban-beban agama disebut amanat, karena merupakan hak-hak yang diwajibkan oleh Allah atas orang-orang mukallaf dan dipercayakan kepada mereka agar dilaksanakan dan diwajibkan atas mereka agar diterima dengan penuh kepatuhan dan ketaatan, bahkan mereka disuruh menjaga dan melaksanakannya tanpa melalaikan sedikitpun dari padanya.[5] Kata ú÷üt/r's  yakni mereka tidak siap menerima.[6] Kata  انه كان ظلوما yakni sesungguhnya manusia adalah banyak penganiayaannya, karena ia diliputi oleh kekuatan marah.[7] Kata جهولا  yakni banyak kebodokan tentang akibat-akibat segala perkara, karena diliputi kekuatan syahwat.[8]
Ada amanat yang merupakan kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, misalnya berutang tanpa runguan, karena dipercayakan oleh orang yang berpiutan. Maka amanat ini hendaklah dipenuhi, dengan pengertian hutang dibayar dengan penuh menurut waktunya.[9]
            Al-Qurtubi berpendapat bahwa amanah adalah segala sesuatu yang dipikul/ditanggung manusia, baik sesuatu terkait dengan urusan agama maupun urusan dunia, baik terkait dengan perbuatan maupun dengan perkataan di mana puncak amanah adalah penjagaan dan pelaksanaannya.[10]      
            Dalam al-Qur’an lafaz yang mengarah pada makna amanah atau kepercayaan berulang sebanyak 20 kali yang kesemuanya dalam bentuk isim, kecuali satu lafaz dalam bentuk fi’il yaitu اؤتمن dalam QS. Al-Baqarah/2: 283.
            Namun untuk mengetahui subtansi amanah, maka perlu dilihat dari tiga aspek yaitu: subjek, objek dan predikat atau subtansi.
            Subtansi amanah adalah kepercayaan yang diberikan orang lain terhadapnya sehingga menimbulkan ketenangan jiwa. Hal tersebut dapat terlihat dalam QS. Al-Baqarah: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ.
Artinya:“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”.[11]
            Jika dilihat dari sisi subjeknya (pemberi amanah), maka amanah bisa datang dari Allah swt. sebagaimana yang dipaparkan dalam QS. al-Ahza>b: 72:
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا.
Artinya:“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.[12]
            Dan kadang amanah tersebut datang dari manusia itu sendiri, sebagaimana yang tertera dalam QS. al-Baqarah: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ.
Artinya:“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya”.[13]
            Sedangkan jika dilihat dari objeknya (orang yang melakasanakan amanah), maka amanah diberikan kepada malaikat, jin, manusia, baik para nabi maupun bukan nabi.
Setelah Allah SWT. menerangkan bahwa betapa besar perkara taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa orang yang memelihara ketaatan tersebut akan memperoleh kemenangan yang besar, dan orang yang meninggalkan akan mendapatkan azab, lalu dilanjutkan dengan menerangkan betapa besar hal yang berkaitan dengan ketaatan tersebut, yaitu melakukan beban-beban syariat, dan bahwa prakteknya sangat berat dan sukar bagi jiwa. Kemudian, diterangkan pula bahwa ketaatan yang mereka lakukan atau penolakan yang berupa tidak menerima dan tidak melazimkan diri melakukannya, semua itu tidaklah karena pemaksaan.
Menurut Prof. Dr. Hamka dalam tafsirnya mengatakan bahwa Ayat tersebut (yang telah disebutkan di atas) bermaksud menggambarkan secara majâz atau dengan ungkapan, betapa berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langit pun tidak bersedia memikulnya, maka yang mampu mengemban amanah tersebut adalah manusia, karena manusia diberi kemampuan oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat zhalim, terhadap dirinya sendiri maupun orang lain serta bertindak bodoh dengan mengkhianati amanah itu.[14]
            Berangkat dari ketiga unsur tersebut dan penafsiran para ulama tafsir, dapat dipahami bahwa amanah adalah kepercayaan yang diberikan oleh Allah swt. atau makhluk lain untuk dilaksanakan oleh orang yang diberi amanah yang meliputi malaikat, jin dan manusia, atau bahkan alam semesta.
       Dengan demikian, amanah yang datang dari Allah swt. terkait dengan segala bentuk perintah dan larangan yang dibebankan kepada manusia. Sedangkan amanah dari manusia terkait dengan segala bentuk kepercayaan, baik dalam bentuk harta benda, jabatan dan rahasia.
            Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa amanah adalah amal saleh yang paling agung, namun sangat berat dilaksanakan, sehingga wajar kemudian jika langit, bumi dan gunung enggan menerima amanah dari Allah swt.,[15] bahkan manusia yang berani menerima amanah dan tidak mampu melaksanakannya dianggap sebagai zalum jahul (penganiaya dan bodoh).
            Oleh karena itu, amanah harus diberikan kepada orang yang ahli dalam bidangnya agar tidak menimbulkan kekacauan yang digambarkan sebagai kiamat dalam hadis nabi.
إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.[16]
Artinya: “Jika amanah telah disia-siakan maka tunggulah kiamat, sahabat bertanya, bagaimana penyia-nyian amanah wahai Rasulullah saw.? Rasulullah menjawab, jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya”.
Manusia disebut amat dzalim karena ia menyadari batas kemampuannya, tetapi ia berani bertindak melampauinya, ia disebut amat bodoh karena ia berani bertindak mempunyai kesanggupan yang tidak diketahui batas-batasnya. Ia hanya mempunyai akal yang dapat memberi petunjuk tentang pelaksanaan amanah  (beban agama) yang telah dipikulnya. Makhluk yang tidak berakal tidak mungkin dapat disebut "zalim" dan "bodoh". Karena ia tidak mengenal batas yang dilapauinya dan tidak mempunyai sarana untuk dapat mengenal batas. Makhluk yang dapat disebut "dzalim" dan "bodoh" hanyalah makhluk yang mengenal keadilan dan pengetahuan, atau makhluk yang bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan menurut kemauannya sendiri.[17]



B.     Rumusan dan Batasan Masalah
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis akan menarik suatu rumusan pokok masalah agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan sistematis. Pokok masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa sebenarnya pengertian amanah dalam al-Qur’an?
2.      Apa sajakah yang menjadi objek Amanah dalam al-Qur’an?
3.      Dalam masalah apa saja amanah disebutkan dalam al-Qur’an?
4.      Bagaimana sikap al-Qur’an terhadap amanah?
C.    Penjelasan Judul
Sebagaimana lazimnya dalam setiap penyusunan skripsi atau karya ilmiah maka terlebih dahulu diberi batasan pengertian judul yang akan dibahas sehingga dalam pokok penguraiannya tidak terjadi kesimpangsiuran dan salah pengertian terhadap judul yang dimaksud.
Adapun judul skripsi adalah “AL-AMANAH DALAM AL-QURAN (Suatu Kajian Surat Al-Ahzab Ayat 72)”. Berdasar dari judul tersebut, maka penulis mengemukakan batasan pengertian dari beberapa kata yang dianggap perlu sebagai berikut :
Al-Amanah dapat diartikan kesetiaan, ketulusan hati, ke-percayaan (tsiqah) atau kejujuran. Kebalikan dari khianat.[18]
Alquran adalah ayat firman Allah yang diturunkan atas Nabi Muhammad saw, yang tertulis dalam beberapa halaman, sehingga menjadi sebuah buku yang besar bab tabel dari masa ke masa sampai kepada kita para hamba Allah dengan mutawatir, yang tidak dapat ditolak kebenarannya.[19]
Berdasarkan pengertian dari dua kosa kata yang merupakan inti judul di atas, maka skripsi ini merupakan suatu pembahasan ilmiah mengenai kesetiaan, ketulusan hati, kejujuran dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya menurut pandangan Alquran.

D.    Tinjauan Pustaka
Mengenai literatur yang membahas judul skripsi ini, penulis merujuk pada buku-buku dan tafsir Alquran yang membahas masalah tersebut. Di antaranya buku yang berjudul "Islam dipandang dari segi Rohani, moral, dan Sosial", karya Sayid Sabiq dengan judul asli "Islamuna", yang diterjemahkan oleh Zainuddin dkk. Di dalam buku tersebut, berisi tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia, hakekat keimanan, kelalaian kebanyakan manusia, dan juga membahas tentang cara menunaikan amanat dengan baik dan benar.
Wasiat Taqwa karya H. Husein Muhammad dengan judul asli "Khuthabul Jum'ati wal-'Iedain", yang diterjemahkan oleh Husein Muhammad. Di dalam buku tersebut, berisi tentang sifat yang harus dimiliki oleh manusia yang dapat menghantar manusia meraih kebahaiaan baik di dunia maupun di akhirat, di antaranya : Taat, tawadhu, tawakkal, jujur, istiqamah, amanat juga termasuk salah satu sifat yang dibahas dalam buku ini. Uraian dalam buku tersebut sangat singkat dan bersifat umum. Oleh karena itu penulis mencoba membahas lebih spesifik dengan mengangkat amanat yang merupakan salah satu sifat mesti dimiliki oleh manusia dengan merujuk kepada ayat-ayat Alquran. Dengan menitikberatkan bagaiamana cara memelihara amanat dalam Alquran.

E.     Metode Penelitian
Metode penelitian dalam pembahasan skripsi ini meluputi berbagai hal sebagai berikut :
1.      Metode Pendekatan
Melalui metode ini, penulis menggunakan metode pendekatan penafsiran Alquran dari segi tafsir tematik. Yakni, menghimpun ayat-ayat Alquran yang memiliki tujuan yang sama, menyusunnya secara kronologis selama memungkinkan dengan memperhatikan sebab turunnya, menjelaskannya, mengaitkannya dengan surah tempat ia berada, menyimpulkan dan menyusun kesimpulan tersebut ke dalam kerangka pembahasan sehingga tampak dari segala aspek, dan menilainya dengan kriteria pengetahuan yang sahih.[20]
Untuk lebih jelasnya, penulis menghimpun ayat-ayat Alquran yang berkenaan dengan amanat, kemudian menyusunnya ber-dasarkan kronologis serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga diketahui pengklasifikasiannya. Apakah ia tergolong ayat-ayat makkiyah atau Madaniyyah.
2.      Metode Pengumpulan data
Mengenai pengumpulan data, penulis menggunakan metode atau teknik library research, yaitu mengumpulkan data-data melalui bacaan dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan penulis. Dan sebagai sumber pokoknya adalah Alquran dan penafisrannya, serta sebagai penunjangnya yaitu buku-buku ke Islaman yang membahas secara khusus tentang umat dan buku-buku yang membahas secara umum dan implisitnya mengenai masalah yang dibahas.
3.      Metode Pengolahan Data
Mayoritas metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah kualitatif, karena untuk menemukan pengertian yang diinginkan, penulis mengolah data yang ada untuk selanjutnya di interpretasikan ke dalam konsep yang bisa mendukung sasaran dan objek pembahasan.
4.      Metode Analisis
Pada metode ini, penulis menggunakan tiga macam metode, yaitu :
  • Metode deduktif, yaitu metode yang digunakan untuk menyajikan bahan atau teori yang sifantnya umum untuk kemudian diuraikan dan diterapkan secara khusus dan terperinci. 
  • Metode induktif, yiatu metode analisis yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus lalu ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum. 
  • Metode komparatif, yaitu metode penyajian yang dilakukan dengan mengadakan perbandingan antara satu konsep dengan lainnya, kemudian menarik suatu kesimpulan.
F.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dalam suatu penelitian atau kajian tentu mempunyai tujuan yang mendasari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui bagaimana cara manusia memelihara atau menunaikan amanat yang termaktub dalam Alquran. 
  2. Untuk berusaha mengkaji ayat-ayat tentang amanat dalam Alquran, sehingga dengan adanya kajian ini, umat Islam semakin sadar tentang pentingnya sifat amanat dalam kehidupan dewasa ini.
Sedangkan kegunaannya, yiatu sebagai berikut :
  1. Dengan adanya kajian ini, dapat menambh wawasan keilmuan khususnya dalam bidang tafsir. 
  2. Dengan adanya kajian ini penulis berharap mudah-mudahan dapat dijadikan sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah tersebut lebih lanjut.
G.    Garis-garis Besar Isi Skripsi
Secara garis besarnya penulis memberikan gambaran secara umum dari pokok pembahasan ini. Isi skripsi ini terdiri dari lima bab yang dimulai dengan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah, dimana hal tersebut merupakan landasan berpikir penyusunan skripsi ini. Kemudian hipotesis dari permasalahan yang diangkut, disertai dengan pengertian judul tinjuan pustaka, metode penelitian, tujuan dan kegunaan serta garis-garis besar isi skripsi. Dengan demikian, instisari yang termaktub dalam bab pertama ini adalah bersifat metodologis.
Dalam bab kedua, dikemukakan tentang tinjauan umum tentang amanat, sebagai bab yang bersifat pengantar untuk pembahasan inti yang terletak pada bab ketiga dan keempat. Pada bab kedua bagian-bagiannya meliputi tentang; tanggapan ulama tentang amanat, fungsi dan kedudukan amanat.
Pada bab tiga, menguraikan tentang pengertian amanah, objek amanah, bentuk-bentuk amanah dan sikap Al-quran terhadap amanah.
Pada bab empat, yang merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari uraian-uraian skripsi ini kemudian dikemukakan beberapa saran-saran sehubungan dengan persoalan yang telah dibahas.

DAFTAR PUSTAKA

Al - Qur'an al – Karim
Abduh, Muhmmad. Tafsir Alquran al-Karim. Diterjemahkan oleh Bagir dengan judul Tafisr Juz Amma. Cet. I; Bandung: Mizan, 1998.
Al-Aqqad, Mahmud Abbas. Manusia Diungkap Qur'an Cet. III; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
Ari, Anwar. Akhlak Alquran. Cet. I; Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
Al-Ashfahâniy, Al-Râgib. Mufradât Alfâzh al-Qur’ân (Cet.I; Beirut: Dâr al-Qalam, 1992.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu, Alquran/Tafsir Cet. XV; Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994.
Asyarie, Sukmadjaja dan Rosy Yusuf. Indeks Alquran. Cet. III; Bandung: Psutaka, 1996.
Al-Azhar, Ulama-ulama. Khuthabul Jum'at wal Iedain. Diterjemahkan oleh H. Husein Muhammad dengan judul Wasiat Taqwa. Cet. I ; Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Al-Bukhari, Abu Abdillah Ibn al-Mugirah al-Bardizbat. Shahih al-Bukhari, juz II dan IX. Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989.
Fachurddin HS. Eksiklopedia Alquran. Jilid I (A-L) Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta. 1992.
Hassan, A. Tafsir Al-Furqan. t.th.Membentuk Moral (Bimbingan Alquran) Cet. I; Jakarta: Bina Aksara, 1985.
Al-Farmawi, Abdul. Al-Hayy al-Bidayah fi-Tafsir al-Maud'huiy. Diterjemahkan oleh Suryani A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'iy. Cet. II; Jakarta: Raja Grafido Persada, 1996.
Fatah, Abd. Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam Materi. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Al-Ghazali, Imam. Mukasyafah al-Qulub: Al-Muqarib ila hadhrah 'Allam al-Ghuyub fi Ilm at-Tashawwuf di terjemahkan oleh Irwan Kurniawan dengan judul Menyingkap Mati Menghampiri Ilahi. Cet. I; Bandung: Pustaka Hidyah, 1999.
Hamka, Tafsir Al-Azhar. Juz III dan V; Jakarta : Pustaka Panjimas, 1983.
Hawwa, Sa’îd. Al-Asâs Fiy al-Tafsîr, jilid VIII. Cet.II; Mesir: Dâr al-Salâm, 1989.
Ibin Zakariyah, Abîy al-Husayn Ahmad bin Fâris. Mu’jam Maqâyis al-Lugah, juz II. Cet.II; t.t.: Al-Maktabah al-Manâzi’, 1980 M./ 1390 H.
Ibrahim. Muhammad al-Jamal, Kaba'irun-Nisa' wa shagha'iruhunna wa Hawa tatuhunna diterjemahkan oleh Kathur Suhadi dengan judul Dosa-Dosa Wainita, Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1995.
Labib, Muchsin dan Farauk bin Dhiya, Kisah Para Pecinta Allah. Cet. II; Bandung: Remaja Rosakarya, 1997.
Al-Maraghi. Ahmad, Mustafa Tafsir al-Maraghi, Cet. II; Juz X, Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974.
Al-Mawdûdy, Abû al-A’lâ. Al-Hadhârah al-Islâmiyah; Asâsuhah wa Mabâdiuha. Bairût: Dâr al-Fikr, t.th.
Munawwir, Warson. Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 1984.
Al-Nahlawi, Abdurrahman. Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha fiy al-Bayt wa al-Madrasah wa al-Mujtama’ diterjemahkan oleh Shihabuddin dengan judu Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Nasution, M. Yunan. Pegangan Hidup. Cet. II; Jakarta: Ramadhan, 1978.
Nata, Abuddin. Alquran dan al-Hadis. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Poerdarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. V; Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Al-Qardhdawy, Yusuf. Al – Iman wal – Hayat. Diterjemahkan oleh Fachruddin HS dengan judul Iman dan Kehidupan. Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Quraish, M. Shihab. Lentara Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Cet. III; Badung : Mizan, 1994.
Rahardjo, M. Dawan. Esiklopedi Alquran Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1996.
Rathomi, Moh. Abdai. Tiga Serangkai Sendi Agama. Cet. VII; Bandung: al-Ma’arif, 1991.
Sabiq, Sayyid. Islamuna. Diterjemahkan oleh Zainuddin dkk, dengan judul Islam dipandang Dari Segi Agama, Moral, dan Sosial. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1994.



[1]Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: {Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 48.
[2] Ibid.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), h.680.
[4]  Mustafa Ahmad al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Cet. II; Juz X, Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974), h. 75.
[5] Lihat Ibid., h. 75
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] H. Fahurddin HS, Ensiklopedia al–Qur'an jilid I (Cet I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), h. 105.
[10] Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad Syams al-Din al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz. XII (Cet. II; al-Qahirah: Dar al-Kutub al-Misriyyah, 1384 H./1964 M.), h. 107.
[11] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahnya (al-Madinah al-Munawwarah: Majma’ al-Malik Fahd, 1418 H.), h. 71. 
[12] Ibid., h. 680.
[13] Ibid. h. 71. 
[14] M. Dawan Rahardjo Ensiklopedi Alquran (Cet. I; Jakarta : Paramdina, 1996), h. 194 – 195.
[15] Lihat: QS. al-Ah}za>b: 72
[16] Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz. V (Cet. III; Beirut: Dar Ibn Kasir, 1407 H./1987 M.), h. 2383.
[17] Abbas Mahmud al-Aqqad Manusia Diungkap Alquran (Cet. III; Jakarta Firdaus, 1993), h. 49.
[18] H. Hamzah Ya'qub, Etika Islam (Cet VII; Bandung : CV. Di Ponegoro, 1996), h. 98.
[19] H. Munawar Khalil, Al-Quran dari Masa ke Masa (Cet. I; Semarang: Ramdhani, 1998), h. 52.
[20] Demikian cara kerja tafsir tematik (al-tafsîr bi al-mawdhu’i). Untuk lebih jelasnya, lihat Abd. Al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyat Fi al-Tafsîr al-Mawdû’i diterjemahkan oleh Suryan A.Jamrah dengan judul Metode Tafsîr Mawdhu’iy (Cet.I:Jakarta: LSIK dan Raja Rafindo Persada, 1994), h. 52.  Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir Alquran Masa Kini (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1983), h. 9. Juga Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran (Cet II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 20. Juga Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr Dalam Alquran; suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsîr Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 21-25.

2 komentar: